Minggu, 15 Maret 2015

ASAL MULA SIPAHUTAR

ANAK SIPAHUTAR
Dari cerita yang turun temurun, maka konon ceritanya RAJA SIPAHUTAR digelari juga 'SOPIAK LANGIT'. Gelar itu diberikan kerena kondisi indera penglihatannya tidak sempurna. Konon tanah kelahiran Si Raja Sipahutar berasal dari 1 kampung di pinggiran Danau Toba, sekitar kota Porsea. Adapun saudara dari Raja Sipahutar adalah abang beradik yang berasal dari 1 Ayah, yang bernama Datu Dalu. Abang beradik itu adalah :
1. Pasaribu (Habeahan, Bondar, Gorat)
2. Batubara
3. Sipahutar
4. Matondang
5. Tarihoran
6. Harahap
7. Gurning
8. Saruksuk
9. Parapat dan Tanjung

Jumat, 06 Maret 2015

Sejarah Provinsi Sumatera Utara

INI MEDAN BUNG
Awalnya, sewaktu Indonesia masih dijajah Belanda, Sumatera Utara dikenal dengan nama Gouverment Van Sumatera yang meliputi seluruh seluruh bagian pulau Sumatera dan dikepalai oleh seorang Gubernur yang berkedudukan di Medan. Pada tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan undang-undang No 10 Tahun 1948 tentang penetapan provinsi di sumatera. Tanggal 15 April kemudian menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.

Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli atau Sumatera Timur yang kemudian dikenal dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara.

Di Provinsi Sumatera Utara bayak terdapat suku bangsa. Ada Batak, Nias, dan Melayu. Namun, suku Batak merupakan etnis mayoritas. Semua dapat hidup dengan berdampingan. Kehidupan masyarakat di Kota Medan kebanyakan berdagang, baik dari suku Batak maupun suku lainnya. Susunan masyarakat Sumatera Utara adalah berdasarkan geneologis teritorial seperti Batak Toba, Mandailing dan Nias. Sedangkan suku Melayu berdasarkan teritorial. Bila ditinjau dari garis keturunan maka suku Batak dan Nias adalah patrilinial, sedang suku Melayu adalah parental (keturunan kedua belah pihak bapak dan ibu). 
 



  1. Sutan Muhammad Amin Nasution
  2.  Ferdinand Lumban Tobing
  3. Abdul Hakim 
  4. Sutan Kumala Pontas
  5.  Raja Djundjungan Lubis
  6. Eny Karim 
  7. Ulung Sitepu 
  8.  PR. Telaumbanua
  9. Marah Halim Harahap 
  10. Edward Waldemar Pahala Tambunan 
  11. Kaharuddin Nasution 
  12. Raja Inal Siregar 
  13. Tengku Rizal Nurdin 
  14. Rudolf Pardede 
  15. Syamsul Arifin 
  16. Gatot Pujo Nugroho 

Senin, 02 Maret 2015

ASAL USUL DAERAH TARUTUNG

Merupakan pusat pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Utara,dimana Tarutung disamping menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara tetapi juga sebagai ibukota dari Kabupaten Tapanuli Utara.
sungai sigeaon membelah tarutungDi tengah-tengah Kota Tarutung terdapat sebuah sungai sigeaon (Aek Sigeaon) yang membelah 2 kota Tarutung.Di tanggul (bronjong) sungai ini kita dapat menemukan kedai-kedai kecil yang menjajakan makanan yang beraneka ragam.Tempat ini juga sering dijadikan menjadi tempat nongkrong/berkumpul anak-anak muda tarutung.
Dari bronjong ini juga kita dapat menikmati pemandangan alam ke dolok siatas barita dan dolok martimbang,jika di dolok siatas barita kita akan melihat Salib Kasih maka di dolok martimbang kita akan melihat sebuah pemancar televisi yaitu pemancar TVRI.
Di Tarutung kita juga dapat menemui sebuah gedung kesenian (Sopo Partungkoan) bentuknya seperti rumah adat batak.Sopo Partungkoan pernah mengalami pemugaran secara total akibat dari kebakaran yang sangat mengejutkan masyarakat Tarutung.

Selasa, 24 Februari 2015

Sejarah Suku Dayak di Indonesia

Sejarah Awal Adanya Suku Dayak di Indonesia - Suku dayak,adalah suku yang sangat fenomenal yang ada di negara Indonesia,karena terkenal akan kekuatan magisnya, Kata Dayak berasal dari kata "Daya" yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat.

Asal Mula Adanya Suku Dayak

Pada tahun (1977-1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum)

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

Dibawah ini ada beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia, karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan.

* Upacara Tiwah

Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).

* Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” ( memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.

Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.

Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ). 

Kamis, 05 Februari 2015

Sejarah suku BATAK








Pembagian utama Si RAJA BATAK  :
  1. Guru Tateabulan
  2. Raja Isumbaon
Belahan yang dinamakan LOTUNG, yang mencakup kelompok suku yang sebenernya, yaitu Himpunan BORBOR, dan juga sejumlah marga yang lebih kecil, berasal dari Guru Tateabulan.
Yang dinamakan belahan SUMBA yang ke dalamnya termasuk sisa kelompok suku dan marga lainnya, berasal dari Raja Isumbaon.
Yang termasuk BELAHAN LOTUNG ada 5 yaitu :
  1. Raja biakbiak
  2. Saribu Raja
    Mempunyai 3 Kelompok yaitu
    1. LONTUNG
    2. BORBOR
    3. BABIAT
  3. Limbong Mulana
    Mempunyai 1 Kelompok yaitu Limbong (Habeahan)
  4. Sagala Raja
    Mempunyai 1 kelompok yaitu Sagala
  5. Malau Raja
    Mempunyai 4 kelompok yaitu
    1. Paseraja – Malau
    2. Manik
    3. Ambarita
    4. Gurning

Kamis, 15 Januari 2015

Barus : Pintu Masuk Islam di Indonesia

Sejak berabad lamanya dan bahkan hingga saat detik ini, kapur barus dimanfaatkan oleh seluruh dunia sebagai wewangian hingga obat-obatan. Indonesia boleh berbangga hati karena salah satu wilayah di Sumatera Utara, merupakan primadona penghasil komoditi tersebut.

Daerah yang dimaksud adalah Barus, sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Meskipun tak seterkenal Medan ataupun Danau Toba, Barus begitu istimewa karena dipadati sejarah dan jejak peradaban.

Bisa jadi, Barus merupakan satu-satunya kota kecil di Tanah Air yang namanya telah disebut sejak awal abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.

Kapal-kapal asing berlabuh di sana ribuan tahun yang lalu. Barus pernah diklaim sebagai kota pelabuhan terbesar se-Nusantara. Pada 627-643 Masehi, pedagang dari Timur Tengah berdatangan untuk memburu pohon kapur barus. Sejak itulah Barus dipercaya sebagai pintu masuk agama islam di Indonesia. Barus kemudian tersohor dan menggoda pedagang lain dari Srilanka, Yaman, Inggris dan Spanyol untuk datang.
Catatan sejarah lain menyebutkan bahwa Dinasti Syailendra pernah menaklukan Barus. Juga yang tak kalah menarik, petualang legendaris Marcopolo dan sejarawan muslim Ibu Batutah, dikabarkan pernah singgahi Barus.

Barus merangkum masa lalu lewat situs-situs yang kini masih tertata rapi. Makam-makam tua bercorak islam seperti Makam Mahligai, situs purbakala Tuanku Pinago dan situs Makam Tuanku Kinali adalah beberapa saksi bisu yang bisa dijumpai. Pulau Karang di seberang pesisir Barus juga menyimpan sebuah situs namun Anda harus melewati semak belukar untuk mencapainya.

Dari sekian banyak situs, Makam Papan Tenggi adalah yang paling sering dikunjungi wisatawan. Makam ini begitu indah, lantaran terletak di ketinggian 153 m dpl dan dilatari perairan Samudehra Indonesia. Di sini, terdapat makam istimewa yang memiliki panjang 9 meter dengan nisan setinggi 1,5 meter.


Sabtu, 13 April 2013

Kota Medan

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa.